Senin, 13 Agustus 2012

MABRUR Tanpa HAJI

Mabrur Tanpa Haji Diriwayatkan bahwa Abdullah ibn Almubarak berkata: Pada suatu masa ketika selesai pergi haji, aku tertidur di Masjidil Haram. Tiba-tiba aku bermimpi melihat dua Malaikat turun dari langit, lalu yang satu bertanya: “Berapa banyak orang berhaji tahun ini?” “Enam ratus ribu.” “Berapa banyak yang diterima?” “Tidak seorang pun yang diterima, kecuali seorang tukang sepatu di Damsyiq bernama Muwaffaq. Dia tidak dapat berhaji, tetapi diterima hajinya, sehingga semua yang haji pada tahun ini diterima berkat diterimanya haji Muwaffiq itu.” Ketika saya mendengar percakapan itu, terbangunlah aku dari tidur, dan langsung berangkat ke Damsyiq mencari Muwaffaq. Ketika tiba di rumahnya dan kuketuk pintunya, keluarlah seorang laki-laki. Langsung aku bertanya: “Benarkah kau Muwaffaq?” “Ya,”katanya. Lalu aku bertanya: “Kebaikan apakah yang telah Anda lakukan sehingga mencapai derajat yang demikian tinggi?” Jawab Muwaffaq: “Sudah lama sekali aku bermaksud menunaikan ibadah haji, tetapi tidak bisa karena keadaanku. Namun mendadak saya mendapatkan uang 300 dirham dari pekerjaan membuat dan menambal sepatu. Lalu saya berniat menunaikan ibadah pada tahun ini. Suatu hari istriku yang tengah hamil mencium bau makanan dari rumah tetanggaku, dia menginginkan makanan itu. Maka aku pun pergi ke rumah tetanggaku, dan keluar dari rumah itu seorang wanita. Kemudian saya memberitahukan hajatku. Maka jawabnya: “Saya terpaksa membuka rahasiaku. Sebenarnya anak-anak yatimku sudah tidak makan selama tiga hari. Maka aku keluar untuk mencarikan makanan untuk mereka, tiba-tiba aku mendapat bangkai himar (sejenis kuda kecil). Lalu saya potong sebagian dagingnya dan saya masak. Maka makanan itu halal untuk kami, tetapi haram atas kamu,” jawab wanita itu. Mendengar jawaban itu, saya kembali ke rumah mengambil uang semuanya 300 dirham itu, dan saya serahkan kepada tetanggaku itu. Aku katakana kepada ibunya, “Belanjakan uang ini untuk anak-anakmu yang yatim itu!” Dan aku berkata pada diriku, “Hajiku di muka pintu rumahku, maka ke manakah aku akan pergi?” Saudaraku! Marilah kita camkan firman Tuhanku ini: “Kebaikan apa yang kamu kerjakan maka sesungguhnya Allah adalah Zat Yang Maha Mengetahui.” (QS. Albaqarah (2): 215) (Sumber: Buku “Rahasia Memperoleh Rezeki Halal & Berkah” karya Sulaiman Alkumayi, Pustaka Nuun).

Selasa, 07 Agustus 2012

SIAPA YANG MAU MASUK SUMUR?

Ini adalah kisah seorang santri perempuan yang pernah nyantri di pesantren An Nashriyah, Pandean, Rembang Jawa Tengah. Mardhiyah namanya. Suatu hari pesantren putri yang diasuh KH Manshur Chafidz itu tampak ribet, gara-garanya adalah pompa air yang ngadat. Bisa dibayangkan, betapa repotnya penghuni pesantren jika ketersediaan air terganggu. Maka segera pompa air dicek oleh Pak Kiai, apa gerangan yang rusak. Namun setelah dicek ternyata tidak ada kerusakan pada mesinnya. Kesimpulannya yang rusak ada di bawah sumur, pada kelpnya. Siapa yang hendak turun ke sumur memperbaiki kelpnya? Karena tidak mungkin Pak Kiai sendiri yang turun, beliau kan sudah paruh baya. Padahal di pesantren itu santri putri semua. Biar pun di sana perempuan semua bukan berarti tidak ada yang berani turun sumur. "Siapa yang mau masuk sumur memperbaiki kelp?" Tanya Pak Kiai pada santri-santri putri. "Saya Pak Yai!" Tiba-tiba Mardhiyah unjuk jari. "Sini!" Panggil Pak Kiai. Maka gadis itu diajak mendekat ke sumur. Segera Pak Kiai menurunkan tangga ke dalam sumur. "Kamu masuk ke dalam sana, dan putar ujung kelpnya!" Pinta Pak Kiai. "Nggih Pak Yai!" Bismillah, dengan cekatan Mardhiyah masuk ke dalam sumur melalui tangga. Sebagai seorang gadis kecil ia ngeri juga masuk sumur. Tapi demi taat pada Kiai, keberaniannya timbul tanpa harus banyak berpikir. Sampai di bawah, rupanya air di dalam sumur dalam juga. Sampai-sampai ia harus menyelam dulu agar bisa menjangkau ujung pralon. Disentuh-sentuhnya ujung pralon. Ia tidak mengerti, apa itu kelp, bagaimana bentuknya, dan bagaimana pula memperlakukannya. Mardhiyah hanya berhasil menyentuh pralon paling bawah. Segera ia menyembul ke atas untuk ambil nafas. Tiba-tiba dari atas ada teriakan dari Pak Kiai. "Sudah?!" "Sampun Pak Yai!" jawab Mardhiyah tanpa tahu apa yang barusan diperbuat. "Sekarang naik dulu!" Naiklah gadis itu ke atas kembali. Segera pompa air dicoba dinyalakan kembali. Dan BISA! Pak Kiai tersenyum, tampak lega. Kini tinggal si Mardhiyah yang terheran-heran. "Perasaan aku tidak meng-apa-apakan kelp?" pikirnya penuh keheranan. Ia hanya merasa menyentuh ujungnya saja, tidak membenahi apapun. Memang dirinya tidak tahu mana yang disebut kelp. Kok bisa nyala ya? Ah peduli amat, yang penting taat dulu sama Pak Kiai! Sejak saat itu, kalau terjadi kerusakan pada pompa air, si Mardhiyah yang disuruh turun ke dalam sumur. Seperti awal-awalnya, ia hanya bisa masuk ke air dan menyentuh ujung pralon, tidak mengapa-apakannya. Setiap kali itu dilakukan, selalu pompa airnya bisa nyala kembali. Heran tidak? Yang penting keribetan segera teratasi. (Ali Shodiqin)