Sabtu, 05 Juni 2021

KIAI IMAM SARANG MENGALIRKAN IKAN BANDENG KE SUNGAI



Desa Sarang Rembang berada di pinggir sepanjang pantai utara. Sehingga mata pencaharian warga adalah mencari ikan di laut. Pada suatu masa, masyarakat desa Sarang tengah kesulitan mendapakkan ikan dari melaut. Ikan sulit didapatkna dari laut, sehingga masa itu disebut masa paceklik ikan. Dengan kondisi seperti itu perekonomian warga mulai terganggu. Penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari menurun drastis.

Dalam kondisi paceklik seperti itulah masyarakat dikejutkan dengna banyaknya ikan di sungai yang membelah desa Sarang. Banyaknya ikan yang ada di sungai secara tiba-tiba langsung tersebar seantero desa Sarang. Sehingga masyarakat Sarang pada turun ke sungai untuk mencari ikan. Ikan yang didapat tidak lain adalah ikan bandeng. Bukan lele, sepat, kutuk, atau lainnya. Masyarakat terheran-heran, dari mana gerangan ikan bandeng tersebut?

Setidaknya hari itu masyarakat Sarang sedang panen bandeng. Mereka pada bergembira mendapat rejeki ikan bandeng yang tidak terduga-duga datangnya. ;

Sebelumnya, di hari yang masih pagi sekali, Kiai Imam bersama seorang santri tengah menengok kolam tambak miliknya yang tengah berisi bandeng siap panen.

Tiba-tiba Kiai Imam menyuruh kepada santri untuk melakukan sesuatu yang tak terduga.

“Cung, bedah tanggul kola ini!”  Perintah Kiai Imam.

Kang Santri tampak kaget. Karena jika dibedah, ikan di kolam pasti pada kabur ke sungai desa. Namun Kang Santri tidak berkutik.

“Nggih Kiai!” Jawab santri.

Tidak lama kemudian, tanggul kolam berhasil dibedah. Dan ikan-ikan bandeng pada pada berhamburan mengalir ke sungai. Si santri hanya bisa melongo tak mengerti.

“Mengapa ikan-ikan ini dibuang ke sungai?” Batin santri. 

Sementara Kiai Imam tampak senang, tersenyum lega. Setelah itu Sang Kiai beranjak pulang.

Sepeninggal Kiai Imam, Kang Santri memiliki ide untuk menutup kembali tanggul kolam. Maka segera ia menutup kembali tanggul kolam itu.

Kang Santri tersentak kaget, tiba-tiba Kiai Imam sudah ada di belakangnya.

“Lho, kok ditutup kembali. Ayo buka saja, biar ikannya mencari teman!” Kata Kiai Imam.

Kang Santri segera membuka kembali tanggulnya, hingga ikan bandeng pada mengalir bebas ke sungai.

Belakangan Kang Santri baru tahu, bahwa masyarakat Sarang hari itu tengah bergembira memanen bandeng.  Padahal saat itu sedang musim paceklik ikan. Pahamlah ia kini.  (***)

Sabtu, 29 Mei 2021

BERAGAMA ITU SANTUN

Fatim dan Sonya adalah gadis kecil kelas satu SD yang bersahabat. Mereka bertetangga dekat. Mereka selalu terlihat bermain bersama. Main pasaran bersama. Meski berbeda agama, mereka sungguh tidak cangungg. Tentu bagi anak kecil seperti mereka tidak mengerti apa itu agama. Yang mereka tahu adalah berteman. Bersahabat. Berkarib.

Kedekatan mereka terbawa hingga ke tempat mengaji Fatim. Ketika Fatim berangkat mengaji di sebuah TPQ tidak jauh dari rumahnya, kerapkali Sonya ikut. Bahkan ikut membawakan buku Iqro’ nya Fatim. Bahkan ikut mengantrikan Iqro’ temannya itu. Ketika tiba giliran Fatim, Sonya segera mengingatkan.

Penulis sebagai guru ngajinya Fatim membiarkan keunikan dua gadis ini terjadi di depan mata. Tetangga yang melihat juga tampak gumun, ada anak beragama Nasrani ikut duduk di dampar TPQ.

Yang penulis pikirkan adalah, untuk tataran pergaulan, bagi orang dewasa yang berbeda agama tentunya bisa meniru anak kecil. Ada saatnya harus beribadah, maka itu urusan masing-masing. Namun di saat urusan dunia, bisa saling bergaul. Apalagi jika orang lain agama itu adalah tetangga sendiri. Maka sikap orang muslim adalah sebagaimana digariskan oleh Rasulullah SAW, yaitu muliakanlah tetangga.

Rasulullah sendiri mencontohkan di masa hidupnya, betapa Beliau bisa bergaul dengan manis terhadap orang lain yang tidak seiman. Menuju era kekinian, sebagian orang Islam menerapakna agamanya dengan cara kasar dan galak. Dengan kasar dan galak dalam beragama, itu sama saja mencoreng agama itu sendiri. Islam adalah agama selamat. Agama yang santun. Agama Rahmatan lil alamin.

Syukurnya negeri Indonesia yang kaya dan hijau ini. Banyak suku dan budaya serta beragam agama. Ada hujan dan panas yang memakmurkan. Ada Walisongo yang berdakwah negeri ini dengan penuh kearifan. Tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan. Tapi di tengah-tengah. Dengan budi pekerti. Dengan santun. Semuanya bisa menerima dengan indahnya. Maka jayalah negeri Indonesia dalam bingkai Pancasila dan NKRI.  

Rasulullah bersabda;  “Sungguh saya diutus semata untuk menyempurnakan akhlak.”  (***)

Jumat, 28 Mei 2021

MEWASPADAI PENYUSUP LEWAT HANDPHONE ANAK

Ini zaman adalah zaman kelimpahan. Artinya, semua barang kebutuhan manusia melimpah ruah. Untuk satu kebutuhan saja, sebuah rumah tangga akan memiliki banyak barang. Untuk sekedar tempat sampah, walaupun ada  tempat sampah yang lama, tetap beli baru karena bentuknya baru dan lebih unik. Barang kebutuhan saat ini sifatnya tidak lagi karena butuh, tapi butuh dan menghibur.

Demikian juga dengan handphone atau HP. Karena orang tua pada pegang HP masing-masing dua buah, maka si anak bisa memakai salah satunya untuk main game. Bahkan, dibelikan baru oleh orang tuanya. Bahkan, lebih bagus dari milik orang tua. Setiap anak, satu HP. Hitunglah, ada berapa HP di rumah. Gambaran ini adalah untuk orang yang cukup berada. Bagi orang ekonominya menengah ke bawah, HP menjadi tersedia karena tuntutan belajar daring. Semenjak ada pandemi covid-19. Bisa dipastikan, saat ini, akhir-akhir ini, hampir setiap anak negeri memegang HP sendiri. Jangan ditanyakan, bagaimana dengan kuotanya?  

Jika si anak sudah pegang HP, maka kewajiban orang menjadi dobel. Tidak semata mengawasi keseharian mereka, tapi juga memelototi HP mereka. Seperti apakah anak-anak pegang HP. Saking seringnya ber-HP ria, si anak menjadi sangat lincah. Mereka bisa berselancar apa saja, selain untuk belajar. Kepekaan mereka, kepedulian mereka, makin tertumpu pada HP. Begitu terus-menerus sehingga kepedulian di dunia nyata terabaikan. Komunikasi mereka menjadi terhambat, karena pikiran mereka melulu di dunia maya. Jika sudah sejauh ini, orang tua harus pontang-panting untuk mencari pengobatan. Pengobatan kejiwaan. Ini sunguh mengerikan. Dan ini baru satu hal.

Ada hal-hal lain yang juga harus jadi perhatian. Jika anak ber-medsos ria, jangan-jangan hoax, radikalisme, ujaran kebencian, dan lainnya, juga menyasar mereka. Remaja dan anak-anak adalah ladang empuk bagi sesuatu yang baru. Sungguh berbahaya jika yang baru itu adalah hal buruk yang merusak akal sehat.

Sejak dini, orang tua harus hadir di kehidupan anak-anak yang sudah akrab dengan HP ini. Orang tua harus mendampingi anak-anak. Orang tua harus menjadi sahabat anak-anak. Dengan berlindung di balik belajar daring demi mengejar pendidikan di masa pandemi, jangan sampai ada penyusup di dunia anak-anak kita. (***)