Jumat, 23 April 2010

GUS DUR: JIKA KIAI KAYA MENDADAK

"Gus saya hari ini sedang kaya mendadak!" kata seorang tokoh Kyai di pelosok desa kepada Gus Dur. Saat itu Gus Dur tengah turun ke bawah bersilaturrahim dengan umat di akar rumput, termasuk menemui sahabatnya tadi.

"Memangnya apa yang sampeyan peroleh?" tanya Gus Dur penasaran.

"Hari ini saya motong ayam sampai 18 ekor. Biasanya hanya 1 sampai 3 ekor. Jika motong satu ekor, saya dapat kepalanya. Berarti saya telah mendapat 18 kepala ayam!"

"Hanya itu?"

"Masih ada lagi! Saya dapat sebuah sarung dan uang sebesar tujuh belas ribu rupiah!"

Gus Dur bengong. Cuma dapat segitu saja sudah merasa kaya? Herannya Gus Dur. Itu pasti karena keikhlasan sang kyai desa tadi sehingga biar dapat sedikit sudah merasa kaya. Hatinya penuh syukur kepada Tuhan.

KH. MASYKURI CHUDLORI: PENGABDIAN TOTAL HINGGA AKHIR HAYAT

KH Masykuri Chudlori, Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah pernah berujar: "......saya ingin NU adalah pengabdian awal dan akhir bagi saya."

Kyai sepuh yang sudah berusia 70 tahunan namun masih energik ini, betah berminggu-minggu menunggui kantor PWNU Jawa Tengah yang tengah direnovasi. Memang Kyai Masykuri tengah diamanati untuk mengawasi jalannya pembangunan. Selama itu pula beliau nyaris jarang pulang. Kesehariannya dihabiskan bersama para tukang dan pekerja bangunan.

Rupanya, harapannya untuk mengabdi pada agama hingga akhir hayat terkabul. Kyai Masykuri meninggal di Kantor NU dalam keadaan tengah menjalankan amanat NU, tepatnya pada siang hari usai sholat Jum'at!

KH. CHOLIL BANGKALAN: "Katakan Saja, Kamu Santri Saya"

Syaichona Cholil Bangkalan memang terkenal waliyullah. Pernah suatu ketika muridnya ada yang meninggal dunia. Sebagai seorang guru besar, beliau menyempatkan untuk ta'ziyah dan bahkan beliu sendiri yang menalqini muridnya itu.

Uniknya, talqin yang diucapkan Kyai tidak seperti yang biasa diucapkan oleh Pak Modin, panjang lebar dan berbahasa Arab.

Kata Kyai Cholil di dekat batu nisan hanya berucap : "Hai mayyit, jika ditanya malaikat, katakan saja bahwa kamu santri saya!" seraya menyentuh nisan dihadapannya.

KH. SAHAL MAHFUDZ KAJEN: Antara 'Dawuh' dan 'Maqolah'

Dalam dunia perpolitikan, lembaga manapun termasuk NU akan bersusah payah menempatkan lembaga pada posisi netral, tidak memihak salah satu kontestan manapun. Namun, tidaklah mudah menjelaskan kepada umat, terutama umat pers, bahwa NU itu netral. Puncaknya adalah ketika Pemilu tahun 2004.

Untuk menegaskan bahwa NU netral dalam hal ini, maka dikeluarkanlah pernyataan sikap langsung dari pimpinan tertinggi di NU yaitu Rais 'Am PBNU, KHA. Sahal Mahfudz.

Rupanya pernyataan sikap yang dilontarkan sekali saja tidaklah cukup, terbukti untuk semakin menegaskan akan kenetralan NU, agar orang tidak lagi banyak bertanya-tanya, Kyai Sahal perlu menyampaikan pernyataan sikap itu secara berkali-kali. Hingga puncaknya sikap itu kembali dibacakan di sebuah acara yang bertajuk Silaturrahim bersama Rais 'Am NU dan Do'a bersama untuk Indonesia yang diselenggarakan oleh KHA. Mustofa Bisri dan KH. Muadz Thohir di Pondok Pesantren Hamdalah Kemadu Rembang asuhan Kyai Alhamdulillah, KH. Syahid.

Ketika tengah memberikan sambutan sebagai penyelenggara, Gus Mus berujar, jika dengan Kyai-Kyai lain mereka masih kurang percaya, maka setidaknya dengan Pimpinan Tertinggi NU, yaitu Rais 'Am NU KHA. Sahal Mahfudz, mesti harus dipercaya.

"Jika tidak lagi percaya dengan Pimpinan Tertinggi NU, berarti sudah tidak percaya pada NU. Jika demikian adanya, silahkan saja keluar dari NU, toh ormas masih banyak. NU tidak akan mati ditinggalkan umatnya!" kata Gus Mus dengan nada prihatin.

Dalam acara silaturrahim itu, Kyai Sahal enggan bicara langsung, tapi mesti membaca naskah. Kata beliau, takut salah ucap hingga akibatnya bisa ditafsirkan macam-macam oleh orang banyak terutama media massa yang justru akan menambah masalah.

Naskah pernyataan sikap yang dibacakan langsung oleh Kyai Sahal, yang juga dibagikan kepada pengunjung dalam bentuk buku kecil, pada alenia kelima tertulis :

".....Namun mungkin karena luasnya dampak persoalan ini dan besarnya ghierah kalian terhadap NU dan warganya, terhadap Indonesia dan rakyatnya, kalian memerlukan 'dawuh' saya selaku Rais 'Am. Maka saya sebagai khadam dan pelayan kalian sudah semestinya menuruti permintaan kalian"

Jika dicermati, ternyata ada yang unik dalam ucapan beliau yang mencerminkan betapa tawadhu'nya Kyai Sahal Mahfudz. Itu bisa dilihat ketika sampai pada kata-kata :

"...kalian memerlukan 'dawuh' saya selaku Rais 'Am....!"

Yang terucap dari lisan Kyai Sahal justru berbeda, yaitu :
"....kalian memerlukan 'maqolah' saya selaku Rais 'Am."

KH. ABDURROHMAN WAHID: Walinya Gus Dur

Ada maqolah yang mengatakan bahwa : "Laa ya'riful waali illal waalii" yang artinya kurang lebih: Orang tidak akan tahu tentang kewalian seseorang kecuali orang itu sendiri adalah wali Allah.

Ada wali Allah yang memang kelihatan wali, ada pula yang selama hidupnya tidak menampakkan seorang wali, atau baru ketahuan sebagai wali Allah ketika sudah meninggal dunia.

Umumnya orang menganggap seseorang itu sebagai wali Allah karena terkaan saja. Hal itu timbul karena banyak orang yang terlalu mengagumi karena kehebatannya dalam beribadah, ilmunya atau kejadian-kejadian aneh yang mendukung kewalian seseorang. Atau menirukan ucapan orang lain yang dianggap lebih tahu tentang walinya seseorang, walaupun sesungguhnya belum tentu ucapannya itu 100% benar. Repotnya.... yang bercerita tentang kewalian seseorang itu sendiri belum tentu wali.

Menurut KHA. Mustofa Bisri, jika ada orang yang merasa dekat dengan Allah dan merasa sebagai Wali Allah, berarti orang itu 'Wali Kesiangan'. Justru seorang Wali sungguhan itu tidak merasa bahwa dirinya adalah Wali.

Berbicara soal wali ini, Gus Dur adalah termasuk tokoh yang dianggap sebagai wali oleh umatnya.

Menjelang Pemilihan Presiden 1999 di MPR, Gus Dur didengung-dengungkan orang sebagai seorang Wali Allah. Syahdan, Gus Dur berhasil jadi presiden. Gaung kewalian Gus Dur kian menggema. Sampai-sampai Kang Sobari yang juga karibnya Gus Dur bertanya langsung kepada yang bersangkutan.

"Gus, anda dianggap orang sebagai Wali Allah, bagaimana menurut Gus Dur?" tanya Kang Sobari.

"Orang yang menganggap saya itu wali Allah, berarti orang itu tidak bertanggung jawab!" jawab Gus Dur sambil terkekeh.

GUS DUR: Suka Tidur Saat Rapat

Semua orang maklum, Gus Dur tidak pernah mau berhenti beraktivitas. Ketika masih menjabat Ketua Umum PBNU, Presiden RI, Ketua Dewan Syuro PKB, Gus Dur tak henti-hentinya berakrtivitas. Beliau sering keluar masuk kampung, pesantren hingga ke seluruh pelosok negeri. Dan Gus Dur pun jarang capek. Padahal menurut ajudannya, Gus Dur tidak pernah minum jamu. Hal itu dibenarkan oleh istrinya, Ibu Hj. Sinta Nuriyah. Pernah seseorang menanyakan langsung kepada Gus Dur dan orang-orang dekatnya, apa kiatnya agar Gus Dur kuat dalam bekerja.

Rupanya, menurut pengakuan Gus Dur kiatnya adalah makan dan tidur yang cukup. Jika merasa mengantuk, Gus Dur seketika itu pula akan tidur, meskipun dalam rapat. Rupanya, inilah jawaban terhadap pertanyaan banyak orang tentang mengapa Gus Dur seringkali tertidur pada saat berlangsungnya suatu acara, sekalipun acara itu sangat penting.

"Kalau ingin tidur, ya tidur saja. Kok mekso-mekso," cetusnya suatu ketika.

KH. SAHAL MAHFUDZ KAJEN: Menguji Kesabaran Santri

Peribahasa mengatakan : "Diam adalah emas." Tapi diam bisa juga ujian. Itulah yang dialami oleh sopir Kyai Sahal Mahfudz yang juga santrinya itu.

Suatu ketika, Kyai Sahal melakukan perjalanan selama empat jam menuju Semarang, namun selama itu pula Kyai Sahal hanya diam saja. Tidak ngomong sedikitpun, atau hanya sekedar bertegur sapa untuk memecah kesunyian. Tentu saja sikap Kyai yang diam itu bikin salah tingkah sopir yang tampaknya masih baru itu. Untunglah sang sopir sabar, hingga selama perjalanan tak terjadi apa-apa.

Sesampai di rumah, si sopir segera menemui salah satu santri senior untuk menanyakan perihal diamnya Kyai Sahal. "Itu artinya, kamu diuji kesabaranmu!"
"Oo...?!" ternyata hanya dengan diam bisa menguji kesabaran orang lain.

KH. SYAHID KEMADU: Lahirnya Pesantren Hamdalah

Jika orang pernah ketemu Kyai Syahid Kemadu Rembang, pasti akan disuguhi oleh ucapan beliau yang sedikit-sedikit berucap hamdalah, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap beberapa detik, selalu saja berucap : "Alhamdulillah....Alhamdulillah....."

Yang berbeda adalah dari cara beliau mengucapkan hamdalah. Anda akan merasakan muatan syukur yang dalam dari cara beliau melafalkannya, demikian komentar Kyai Mustofa Bisri suatu ketika.

Kyai Syahid adalah pengasuh pesantren yang sejak berdiri tak diberi nama. Tentu banyak yang menanyakan apa sesungguhnya nama pesantren yang oleh kalangan santri disebut 'Pondok Kemadu' itu. Pada sebuah kesempatan di hadapan santri-santrinya, dengan penuh kerendahan hati beliau berkata : "Wong pesantren segitu saja kok diberi nama!"

Karena saking terkenalnya beliau berucap Alhamdulillah, disisi lain orang ingin tahu nama pesantren tersebut. Akhirnya (menurut cerita KH Faqih Mlagen Pamotan, ketika mengisi ceramah di Ponpes As Syatibiyah Kauman Rembang, April 2010), KH Cholil Bisri memberi solusi dengan menyebut pesantren Alhamdulillah saja. Maka oleh banyak kalangan disebutlah pesantren Kyai Syahid dengan sebutan Pesantren Hamdalah.