Abdullah bin Mubarok adalah seorang tokoh ulama yang terkenal dengan doanya yang makbul. Banyak masyarakat yang tercapai hajatnya setelah meminta didoakan oleh Sang Kiai.
Suatu
hari Kiai Abdullah melihat kerumunan di sebuah tanah lapang yang luas. Sang
Kiai mendekat kerumunan tersebut, dan ternyata orang-orang pada menunaikan
salat Istisqa’, salat minta hujan. Kiai Abdullah nimbrung disana, ikut berdoa.
Tanpa sengaja Kiai berdiri tidak jauh dari pak tua yang kurus, dekil, dengan pakaian
putih yang rapuh melekat di badannya.
Samar-samar
Kiai yang kebetulan pendengarannya sangat baik itu mendengar bisikan doa Pak
Tua: “Ya Allah, demi cinta Engkau terhadap diriku, mohon turunkanlah hujan saat
ini juga.”
Saat
itu juga, suasana yang semula panas, langit biru terang, tiba-tiba mendung
menggumpal datang. Dan turunlah hujan yang sangat deras.
Melihat
kejadian itu, Kiai Abdullah bin Mubarok terkesima. Karena penasaran, Kiai
Abdullah mengikuti pulangnya orang-orang yang sudah bubaran dari salat Istisqa.
Rupanya mereka adalah sekumpulan budak milik orang kaya. Budak-budak itu
kembali ke barak masing-masing.
Kiai
Abdullah bermaksud membeli salah satu budak yang dikehendaki kepada sang majikan.
Ketika bertemu, diutarakan maksud dan tujuannya.
“Sumangga,
silahkan pilih budak yang hendak Anda beli,” demikian kata majikan pada Kiai
Abdullah.
Kiai
Abdullah mencari-cari seorang budak yang tidak lain Pak Tua yang dilihatnya di
tanah lapang. Ternyata sampai lama tidak diketemukan juga. Maka Kiai Abdullah
kembali kepada majikannya.
“Anda
siapa? Budak macam apa yang Anda cari?” Tanya majikan budak heran.
“Saya
Abdullah bin Mubarok. Yang saya cari adalah seroang tua yang berpakaian putih
kumal!” Jawab Kiai Abdullah.
“O...
Kiai Abdullah bin Mubarok yang terkenal itu. Selamat datang di tempat kami,”
majikan menunjukkan rasa hormatnya. “Di pojok sana ada seroang pak tua yang
mungkin Pak Kiai cari. Untuk yang satu itu gratis untuk Jenengan!”
Benar
saja, Pak Tua yang dicari Kiai Abdullah ditemukan. Hari itu juga sang budak
dimerdekakan, diberikan kepada Kiai Abdullah.
Di
tengah jalan, Pak Tua bertanya pada Kiai Abdullah: “Pak Kiai, mengapa Anda
memerdekakan saya?”
“Begini
Pak Tua. Saya tadi sungguh takjub melihat doa Pak Tua yang makbul. Minta hujan
seketika turun hujan. Mohon ijinkan saya berguru kepada Anda!” Jawab Kiai
Abdullah penuh rasa hormat.
Pak
Tua tampak kaget. Lantas terduduk lemas dengan wajah penuh kesedihan.
“Bolehkah
aku minta kesempatan untuk salat dua rakaat di masjid terlebih dahulu?” tanya
Pak Tua.
“Silahkan
Pak Tua!”
Pak
Tua segera menuju masjid dan salat tahiyat masjid dua rekaat. Kiai Abdullah
juga salat seperti Pak Tua. Usai salat, Kiai Abdullah yang memiliki pendengaran
bagus itu mendengar bisikan doa Pak Tua yang lembut.
“Ya
Allah, rahasia antara Engkau dan aku sudah terbongkar. Berarti tugasku di dunia
ini sudah selesai. Mohon kembalikanlah diriku kepada Engkau saat ini juga!”
Saat
itu juga, Pak Tua tersungkur dari duduknya, wafat. Kiai Abdullah hanya bisa
termangu-mangu melihat kejadian hebat di depan matanya.
Wali
Allah memang selalu penuh rahasia dan misterius. Tidak seperti wali kesiangan,
serta merta menampakkan kehebatan dan keanehan dirinya di depan orang banyak
agar disebut wali. (Ali Shodiqin)
(Diceritakan
kembali oleh KH. Zaim Achmad Ma’sum pada malam Patbelasan PCNU Rembang, tgl.14
Oktober 2016, di Ponpes Raudlatut Thalibin Leteh Rembang)