Secara diam-diam suatu hari Raja Harun Ar Rasyid pergi berekreasi ke suatu tempat. Ia ditemini seorang menteri bernama Ja’far, seorang teman minum bernama Ya’qub, dan Abu Nawas. Ketika sedang berjalan, dari kejauhan mereka melihat seorang kakek menunggang seekor keledai.
“Tanyai orang tua itu,” suruh sang Raja secara iseng kepada Abu Nawas.
Begitu dekat Abu Nawas menghampirinya.
“Maaf, Kek. Anda dari mana?” Tanya Abu Nawas.
“Dari Bashrah,” jawab si Kakek.
“Mau ke mana?”
“Mau ke Baghdad.”
“Ada keperluan apa?”
“Mencari obat untuk sakit mataku ini.”
Ketika si Kakek sedang memperlihatkan matanya sakit kepada Ja’far dan Ya’qub, sang Raja menarik tangan Abu Nawas.
“Kamu ajak ia bergurau,” bisik sang Raja.
“Jangan, Baginda. Kasihan orang tua. Saya takut ia akan marah,” jawab Abu Nawas.
“Sudahlah, itu nanti urusanku. Pokoknya ajak ia bergurau,” desak sang Raja.
“Baiklah, kalau begitu,” kata Abu Nawas.
Abu Nawas kembali menghampiri si Kakek.
“Kek, misalkan aku beri Anda resep untuk obat sakit mata Anda itu, imbalan apa yang akan Anda berikan padaku?” Tanya Abu Nawas.
“Pokoknya aku akan memberikan imbalan yang terbaik untukmu,” jawab si Kakek.
“Dengarkan baik-baik resep yang aku berikan ini.”
“Baik, lekas sebutkan.”
“Begini,” kata Abu Nawas. “Kakek ambil tiga tiupan angin, tiga sengatan terik matahari, tiga pantulan cahaya rembulan, dan ditambah tiga sorot lampu biasa. Setelah semua terkumpul, maka tumbuklah pada sebuah lumpang yang tak berlubang. Selanjutnya, Anda taruh ramaun yang sudah lembut itu ke dalam sebuah mangkok besar yang sudah pecah berkeping-keping, lalu Anda simpan di udara selama tiga bulan. Sesudah masa tiga bulan, maka oleskan ramuan itu ke mata Anda yang sakit sebanyak tiga kali sebelum tidur. Insya Allah Anda akan sembuh.”
Si Kakek tiba-tiba turun dari keledainya. Ia menghampiri Abu Nawas.
“Ambil keledai ini sebagai imbalan awal,” kata si Kakek sambil memalingkan wajahnya. “Dan jangan lupa, jika setelah menggunakan resepmu itu mataku jadi sembuh, aku akan memberimu lagi imbalan berupa seorang budak wanita yang setia melayanimu. Jika kelak ternyata kamu tega mati terlebih dahulu meninggalkan aku, budak wanita itu pasti sudah menjemputmu di neraka sana. Ia akan setia meludahi matamu dan memukul wajahmu sambil berteriak mengolok-olokmu.”
Mendengar jawaban si Kakek yang cukup telak itu sang Raja Harun Ar Rasyid seketika tertawa terpingkal-pingkal.
“Beri orang itu hadiah,” kata sang Raja sambil masih menahan tawanya.
“Terima kasih, Baginda,” jawab si Kakek dengan senang hati, kemudian ia pamit pergi.
Sang Raja melihat Abu Nawas terbengong-bengong di tempatnya. Karena merasa kasihan sehabis balik dikerjai oleh si Kakek gara-gara ulahnya, ia lalu menyuruh Ja’far untuk memberikan hadiah juga.
(Sumber : HUMORGATE oleh HA Soenarto, Rembang Pos No. 10 / Februari 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar