Fatim dan Sonya adalah gadis kecil kelas satu SD yang bersahabat.
Mereka bertetangga dekat. Mereka selalu terlihat bermain bersama. Main pasaran
bersama. Meski berbeda agama, mereka sungguh tidak cangungg. Tentu bagi anak
kecil seperti mereka tidak mengerti apa itu agama. Yang mereka tahu adalah
berteman. Bersahabat. Berkarib.
Kedekatan mereka terbawa hingga ke tempat mengaji Fatim. Ketika
Fatim berangkat mengaji di sebuah TPQ tidak jauh dari rumahnya, kerapkali Sonya
ikut. Bahkan ikut membawakan buku Iqro’ nya Fatim. Bahkan ikut mengantrikan
Iqro’ temannya itu. Ketika tiba giliran Fatim, Sonya segera mengingatkan.
Penulis sebagai guru ngajinya Fatim membiarkan keunikan dua gadis
ini terjadi di depan mata. Tetangga yang melihat juga tampak gumun, ada anak
beragama Nasrani ikut duduk di dampar TPQ.
Yang penulis pikirkan adalah, untuk tataran pergaulan, bagi orang
dewasa yang berbeda agama tentunya bisa meniru anak kecil. Ada saatnya harus
beribadah, maka itu urusan masing-masing. Namun di saat urusan dunia, bisa
saling bergaul. Apalagi jika orang lain agama itu adalah tetangga sendiri. Maka
sikap orang muslim adalah sebagaimana digariskan oleh Rasulullah SAW, yaitu
muliakanlah tetangga.
Rasulullah sendiri mencontohkan di masa hidupnya, betapa Beliau
bisa bergaul dengan manis terhadap orang lain yang tidak seiman. Menuju era
kekinian, sebagian orang Islam menerapakna agamanya dengan cara kasar dan
galak. Dengan kasar dan galak dalam beragama, itu sama saja mencoreng agama itu
sendiri. Islam adalah agama selamat. Agama yang santun. Agama Rahmatan lil
alamin.
Syukurnya negeri Indonesia yang kaya dan hijau ini. Banyak suku dan
budaya serta beragam agama. Ada hujan dan panas yang memakmurkan. Ada Walisongo
yang berdakwah negeri ini dengan penuh kearifan. Tidak terlalu ke kiri dan
tidak terlalu ke kanan. Tapi di tengah-tengah. Dengan budi pekerti. Dengan
santun. Semuanya bisa menerima dengan indahnya. Maka jayalah negeri Indonesia
dalam bingkai Pancasila dan NKRI.
Rasulullah bersabda;
“Sungguh saya diutus semata untuk menyempurnakan akhlak.” (***)